Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Neuro-sains’ Category

Bagi otak tidak ada informasi negatif atau positif. Otak menerima informasi (atau disebut stimulus indera) sebagai hal yang netral. Sebuah informasi akan menjadi negatif atau positif, karena inferensi yang kita bangun menjadi persepsi yang negatif atau positif. Kriterianya dibentuk berdasarkan apa yang kita ‘percayai’ disebut sebagai core belief (negatif atau positif), yang dibangun sejak kita masih anak-anak, dengan berinteraksi dengan orang sekitar kita, dan dunia kita. Itu yang kita yakini atau percya sebagai sesuatu yang benar, absolut dan kaku. Manusia sebagai mahluk sosial berusaha mencari sesuatu yang nyata – yang ditangkap oleh indera – dan diproses secara kognitif untuk diberikan arti sesuai dengan learning experiences kita (memories). Bila tidak sesuai (yang disebut unknown), maka working memory kita yang terletak di hippocampus akan mengirimnya ke amigdala untuk diberikan muatan emosi. Keberfungsian amigdala dikendalikan oleh working memory yang berada diprefrontal lobe yang berfungsi sebagai penilai dan pengambilan l keputusan atau fungsi eksekutif. Fungsi eksekutif ini sangat penting untuk menilai sesuatu yang belum diketahui atau belum dikenal oleh otak atas semua stimulus indera – unknown. Karena interaksi sosial, manusia memberikan arti akan sesuatu yang unknown sebagai sesuatu yang misteri, mengancam, menakutkan, harus dihindari – semua dibangun menjadi suatu yang diyakini dan diwarisi turun temurun. Jadi, terhadap unknown sebenarnya otak itu netral, manusia membangun nilai emosi sesuai dengan keyakinannya.

-Jesse Monintja-

Read Full Post »

Berpikir Panjang

Pikir panjang dulu, deh. Sering denger ungkapan ini kan?. Biasanya nasihat ini disampaikan pada seseorang yang tengah emosi. Kebayang kan kalo orang lagi emosi?. Reaksi fisiologisnya sangat kuat. Sulit diajak bicara. Apalagi bertindak dengan pikiran jernih. Pikirannya terokupasi pada problem yang tengah ia miliki. Maka, benar kata orang bijak; sebaiknya tidak mengambil keputusan saat emosi. Alih-alih penyesalan kemudian yang didapat.

“Pikir panjang” sebenarnya bukan cuma sekedar kiasan. Literally, arti berpikir panjang menggambarkan proses penerimaan informasi. Dimana ketika individu menerima informasi / stimuli yang kemudian direspon oleh sensory thalamus, disanalah terjadi penentuan takdir; dalam pengertian, setiap tindakan kita akan membawa konsekuensi lebih lanjut yang akan mempengaruhi kehidupan kit. Ada baiknya, bila tengah dilanda emosi, luangkan waktu sejenak untuk memikirkan akibat dari tindakan kita.Keputusan ini akan sangat ditentukan oleh kebiasaan kita dalam menghadapi persoalan. Individu yang terbiasa (terlatih) berpikir rasional akan cenderung menganalisis data / informasi terlebih dahulu, sebelum mengambil tindakan. Walaupun reaksinya jadi terlihat lebih lambat, cara bicaranyapun juga mungkin lambat. Tidak se-trengginas orang yang punya kecenderungan emosional (cepat bereaksi / reaktif).

Mari kita lihat pola di bawah ini. Orang yang (terbiasa) bersikap rasional akan mengolah informasi di prefrontal-cortex (merupakan pusat berpikir / kognitif / rasio) baru kemudian merespon. Kalopun ada reaksi emosi (di amygdala), maka emosinya tetap terkontrol.

Gambar:

TEP

Bandingkan dengan tindakan emosional saat mengolah info; individu cenderung mengambil jalan pintas. Begitu menerima informasi, langsung ke amygdala (pusat emosi), kemudian bereaksi emosional terhadap stimulus. Tanpa berdasar pertimbangan rasio. Tanpa pemprosesan di prefrontal-cortex. Insting didahulukan, logika menyusul kemudian. Mirip cara hewan dalam bereaksi. Tak heran bila amygdala ini dianalog-kan dengan ‘otak-hewan’ atau ‘otak-primitif’. Reaksinya hanya berdasarkan impuls semata. Mekanistis. Based on stimulus-respons. Deterministic. Tanpa proses berpikir kompleks, seperti: analitis, sintetis, abstraksi, judgement, inisiatif, kreatif, common-sense, menarik hipotesa, dan sebagainya.

Lalu apa yang membuat perbedaan dalam menyikapi masalah? karena tidak terlatih / tidak terkondisikan untuk menyikapi persoalan secara lebih rasional. Sifat manusia adalah meniru dari lingkungan terdekat. Bila kita terbiasa melihat orang sekitar bereaksi secara emosional, kecenderungan besar kitapun akan bersikap demikian. Diperlukan proses konsolidasi sebelum mengambil keputusan. Maka ada baiknya mulai saat ini kita berlatih mengendalikan diri. Mencoba mengoptimalisasi kerja prefrontal cortex. Caranya?

Kita lanjutkan di tulisan berikutnya, ya?

-dian-

Read Full Post »